Membawamu Kembali Padaku, Part-19

Part 19. Aku Melihat Lukamu

Pangeran Lavin kembali dari perjalanannya dan jatuh sakit. Ia diserang panas tinggi, kehilangan nafsu makan bahkan terus memuntahkan ramuan obat yang diberikan tabib. Louisha baru mengetahui kabar sakitnya Lavin ketika ia kembali dari peninjauan wilayah pertanian yang baru dibuka. Lavin setengah tak sadarkan diri ketika Louisha datang ke kamarnya. louisha meletakkan kepala Lavin di pangkuannya dan mendapati tubuh suaminya sepanas bara.

“Apa ini? Anda sakit seperti ini tapi tak mengabari saya lebih cepat”

“Saya hanya terserang demam, anda mestinya tak menemui saya bagaimana jika anak kita tertular penyakit saya?”

“Anda masih mencemaskan gumpalan daging ini padahal anda sedang kesakitan? Saya sudah memanggil Beatrich, ia akan datang dengan bubuk peri atau apapun”

“Bea, Bea pasti memberitahu Sang Raja. Kirimkan surat dengan penunggang kuda terbaik, katakan pada Bea bahwa anda keliru tentang kesehatan saya”

“Pangeran! Anda- darah! Tabib!! Panggil Tabib!!” Louisha berteriak histeris hari itu, lebih putus asa ketimbang dahulu ketika ia menemukan Theodore terluka parah oleh penyiksaan.

Tabib Abraka memeriksa kembali dan tak menemukan sakit apapun. Pria tua itu kesulitan menjelaskan pada Putri Louisha bahwa kemungkinan hal lain yang membuat Sang Pangeran jatuh sakit.

“Maksudmu dia bukannya terserang wabah atau semacamnya?”

“Ya, Sakit fikiran bisa lebih menyiksa seseorang bahkan sampai melukai tubuhnya seperti yang Pendamping Putri Mahkota derita saat ini. Pangeran akan membaik dengan penghiburan, istirahat cukup dan makanan yang baik.”

Louisha segera memeriksa kembali Lavin yang kini sudah sadarkan diri. Lavin tersenyum sambil mengangkat tangannya yang segera terjatuh karena tak cukup bertenaga.

“Anda sudah menghubungi Bea agar dia tidak kemari?”

“Saya sudah mengirim penunggang kuda terbaik untuk mengantarkan suratnya seperti keinginan anda- tetaplah berbaring, Tabib bilang yang anda butuhkan adalah istirahat”

“Haus, bisa tolong-“

“Tentu,” Louisha mengambil segelas air yang tersedia, dengan bantuan sendok ia menyuapkan air ke dalam mulut Lavin perlahan-lahan.

“Anda terus berkeringat, saya akan membantu anda berganti pakaian” Dengan telaten Louisha merawat Lavin penuh kasih-sayang. Ini tak sulit baginya karena sebelumnya ia juga pernah merawat Sang Suami.

“Anda akan jadi ibu yang baik,”

“Anda menyadarinya? Pangeran, anak kita hari ini sangat tenang seolah dia tau ayahnya sedang sakit. Kau mau memeriksanya?” Lavin mengangguk. Louisha meriah telapak tangan Lavin, menghantarkannya ke perutnya. Lavin tidak bisa merasakan apapun, mana-nya terkuras habis. Ia hanya tersenyum merespon tatapan penuh tanya Sang Istri.

Hm. Dia sangat tenang. Ku fikir dia perempuan”

“Perempuan? Tidak. Jangan katakan itu. Akan lebih baik jika dia laki-laki”

“Mengapa tidak? Dia akan jadi gadis tercantik di tiga benua seperti ibunya”

“Maka jika dia laki-laki dia akan jadi pangeran tertampan seperti ayahnya”

“Putra kita,, mungkin saja dia terlahir dengan jantung Raja Biru”

“Jantung Raja Biru? Apa maksud anda?”

“Putri, Saya mengantuk. Maukah anda bersenandung untuk saya? Ketika gelap rasanya saya tenggelam dalam lubang tak berdasar”

“Tentu, Saya akan bersenandung sampai anda benar-benar lelap” Louisha tau Lavin sengaja mengalihkan pembicaraan. Panas di kepalanya membuatnya tanpa sadar membahas Jantung Raja Biru yang hanya pernah di dengarnya dari dongengan Ibu Pengasuhnya.

***

“Kau menemukan Ibu Pengasuhku?”

“Beliau tinggal di sebuah desa di wilayah utara, anda bisa mengirim surat agar beliau datang menemui anda.”

“Bibi Marta tidak akan bersedia tapi… Aku juga tidak bisa meninggalkan suamiku yang sedang terbaring sakit”

“Tapi anda bisa mengirim orang untuk menjemput beliau”

“Kau tidak mengenal Bibi Martha. Dia bukan dayang biasa,”

Penyihir Kastil Utara, Louisha belum lama mengetahuinya setelah tanpa sengaja melihat catatan rahasia milik Ayahnya. Sepertinya Sang Ayah memiliki gambaran besar ketika ia menyerahkan pengasuhan putrinya pada Penyihir Level Atas yang dikenal memberontak kekaisaran.

“Jadi apa keputusan anda, Yang Mulia?”

“Pangeran-ku lebih penting, aku tidak bisa melakukan apapun sampai ia sehat kembali. Pekerjaanku sudah selesai, kan? Aku akan memeriksa keadaan Pengeran”

“Maaf, apa Yang Mulia akan menginap di paviliun Pangeran lagi? Maksud saya,,, saya perlu melakukan beberapa persiapan  yang dibutuhkan”

“Apa Para Tetua masih terus berbicara mengenai ramalan dan kutukan? Apa mereka bahkan berniat mencampuri urusan malam intim kami?! Aku harus menemui Ayahanda Kaisar, umumkan kedatanganku” Raut Louisha berubah murka. Ia yang seperti ini sangat menyerupai Kaisar Roan, ayahnya.

“B-baik, Yang Mulia”

Louisha mengadukan rumor yang beredar sekaligus Para Tetua yang memperbesar rumor tersebut pada Kaisar dan sebagai jawabannya Kaisar memecat pekerja istana yang ketahuan membicarakan rumor tersebut, memenjarakan orang yang menyebarkannya hingga mengasingkan para Tetua yang berkonspirasi dalam rencana pembatalan pewarisan tahta.

Keadaan Lavin membaik setelah dua pekan meski Louisha tak mendapatkan kesimpulan apapun mengenai penyebab sakit suaminya. Dalam beberapa hal Lavin masih sangat tertutup dan itu yang mengganggu fikiran Louisha.

“Anda,, pergi mengunjungi Paman anda sehari sebelum anda jatuh sakit, apa itu benar?” Louisha tak bisa menahan rasa ingin tahunya.

“Sier sangat setia pada tuannya padahal saya sudah membuatnya berjanji untuk tak melaporkannya pada anda”

“Saya tau anda tak memiliki paman-“

“Ada. Ibuku memiliki kakak laki-laki”

“Tentu, mendiang Pangeran Rubel, Panglima Perang Blue Spring” Louisha bukannya tak tau sama sekali silsilah keluarga Lavin.

“Paman Ru masih hidup. Bagaimanapun hanya itu yang bisa saya ceritakan pada anda sementara ini. Tolong jangan bertanya lagi,”

“Tapi anda segera jatuh sakit setelah menemui Beliau, setidaknya saya harus tau apa yang membebani fikiran suami saya”

“Maaf, Putri. Saya masih lelah, bisa tinggalkan saya sendirian?” Lagi. Pria itu menghindarinya, membangun tembok tak kasat mata yang terlarang bagi Louisha.

“Baiklah, saya tidak akan memaksa tapi saya akan tetap disini memastikan anda tidur nyenyak”

“…” Lavin tak menjawab, ia berbaring memunggungi Louisha. Pria itu memiliki sisi dingin yang tak terjamah, yang jika Louisha mencoba menyentuhnya mungkin ia akan memecahkannya.

“… Ini mungkin akan terdengar aneh bagi anda tapi… Saya ingin mengenal suami saya, bagaimana anda bertumbuh, siapa saja yang anda andalkan termasuk apa saja yang bisa melukai anda”

“…”

“Pangeran, kalau-kalau anda membutuhkan seseorang untuk berpegangan, alih-alih Beatrich, tidak bisakah anda mengandalkan saya?” Louisha melingkarkan lengannya, memeluk punggung Lavin dari belakang.

Air mata Lavin jatuh merembih ketika kehangatan asing menyentuh sisi dingin dalam dirinya. Tapi berbeda dengan mengandalkan seseorang, Lavin tak bisa menunjukkan dirinya yang penuh luka dan terus terluka di tempat yang sama. Itu menyedihkan dan ia benci menunjukkannya pada orang yang paling ia cintai.

Lavin mengernyitkan kedua alisnya dengan mata terpejam, ia mengalami mimpi buruk itu lagi.

Sosok dirinya yang masih berusia 6 tahun, berlari menuju seseorang. Pria muda berjubah megah dengan mahkota. Raja Habel, ayah kandung yang wajahnya baru pertama kali dilihatnya.

“A-yah” Lavin mengeja panggilan tersebut dengan tangan mungil menggapai udara berharap pria itu meraihnya.

“Aku tidak suka warna matanya” Pria itu berujar dengan dingin pun tatapannya tajam menusuk. Untuk pertama kalinya Lavin mengerti makna benci, luka dan kesedihan. Kemudian, seterusnya kegelapan menenggelamkan malam-malamnya.

Lavin menangis dalam tidurnya, terisak dengan tubuh gemetaran tapi tak mengucapkan sepatah kata pun. Louisha membangunkan Lavin agar pria itu kembali ke kenyataan, memberitahunya bahwa itu hanya mimpi. Lavin membuka matanya yang berair dan pedih. Ia memeluk Louisha erat, menemukan pegangannya.

“Anda baik-baik saja, ada saya disini, anda hanya bermimpi buruk” Louisha menepuk-nepuk punggung Lavin yang masih terisak tanpa suara. Hampir satu jam Lavin duduk memeluk Louisha, ia sudah lebih tenang setelah Louisha menyalakan dupa yang dicampur bubuk peri. Lavin kembali tertidur tapi sisa kesedihan masih tergambar di wajah rupawannya.

Pintu terbuka perlahan, Marina masuk dengan tenang.

“Putri, Nona Beatrich menunggu di istana Putri Mahkota” lapornya setengah berbisik.

“Aku akan menemuinya sebentar, berjagalah disini, kalau-kalau pangeran bangun katakan aku akan segera kembali”

“Baik, Yang Mulia”

Louisha mendapati Beatrich dengan penampilan berbeda dari biasanya. Penampilan yang membuatnya dipanggil ‘Nona’ oleh Marina. Beatrich nampak anggun dan cantik dengan gaun sederhana berwarna hitam.

“Apa Lavin sungguh baik-baik saja? Izinkan saya melihatnya-“

“Duduklah, bicara dengan saya sebelum anda melihat suamiku” Ada penekanan pada kata terakhir. Louisha masih tidak nyaman dengan kedekatan Lavin dan Beatrich terlebih dengan penampilan khas nona bangsawan mungkin saja Lavin akan terpesona dibuatnya.

Keduanya duduk berjadapan dengan dua cangkir teh dan manisan kurma kering. Louisha menyesap tehnya lebih dulu baru kemudian mempersilahkan Beatrich.

“Saya tidak datang untuk menikmati teh bersama anda, Yang Mulia”

“Tentu, saya juga tidak. Lavin,, dia jatuh sakit setibanya dari perjalanan menemui Pamannya” Louisha meletakkan kembali cangkir tehnya setelah menyesalnya seteguk.

“Paman? Bukannya Raja?”

“Raja?”

“Ya. Yang Mulia Habel baru kembali dari perjalanannya, salah satu pelayannya memberitahu saya bahwa beliau menemui Pangeran. Tapi anda tadi menyebut ‘Paman’? Apa Pangeran sudah bercerita tentang Pangeran Rubel?”

“,, Sudah. Sedikit. Dia bilang mereka sangat dekat dahulu” Louisha terpaksa berbohong untuk memancing Beatrich menceritakan semuanya.

“Ya, Pangeran Rubel membesarkan Pangeran Lavin seperti anaknya sendiri sampai Pangeran berusia 6 tahun”

“Maksudmu membesarkan seperti anaknya…”

“Pangeran terlahir dengan tubuh lemah, Pangeran Ruben yang memiliki kemampuan healer merawatnya jauh dari istana. Hanya itu yang saya tau”

“Apa Raja dan Ratu baik-baik saja dengan situasi itu? Maksudku- anak mereka tinggal di luar istana”

“Anda bilang Pangeran sudah bercerita- apa jangan-jangan anda berbohong untuk mengorek informasi dari saya?” Bea yang cerdas dan penuh kewaspadaan segera menyadari maksud Louisha.

“Mana mungkin, anda bilang ingin melihat suami saya. Mari, Lavin-ku sedang tidur tapi anda bisa melihatnya sebentar”

Louisha buru-buru mengalihkan fokus Beatrich, ia tak mungkin mengaku berbohong dan membuang kesempatan mendapatkan informasi dari guild.

“Putri, perkenankan saya mendekat, saya akan membagi mana saya agar pangeran lekas membaik” Beatrich meminta izin dengan kerendahan hati jadi mana mungkin Louisha bisa menolak lagi pula ini untuk Lavin.

Beatrich meletakkan telapak tangannya di dahi Lavin, ia membaca mantra sihir dan tanpa sepengetahuan Louisha, Beatrich membaca ingatan Lavin.

Beatrich melihat Lavin turun dari kudanya kemudian berjalan menuju ke dalam gua. Lavin memanggil ‘Paman’ yang Bea yakini sebagai Pangeran Rubel. Tapi penglihatannya tak sesuai keyakinannya. Disana berdiri seorang pria muda dan,, Raja Habel.

Y-yang Mulia Raja- hormat dan salam kepada Musim Gugur Biru” Lavin nampak terkejut  tapi berhasil mengendalikan dirinya. Ia memberi salam kepada Sang Raja.

“Aku datang untuk bertemu Pangeran Rubel, kebetulan sekali kita bertemu”

“Saya akan menunggu di luar agar tidak mengganggu kepentingan anda, Yang Mulia”

“Duduklah, yang ingin kami bicarakan Ada hubungannya denganmu juga. Anda tidak keberatan kan, Yang Mulia.” pria muda itu meminta persetujuan Raja Habel.

“Tentu. Kau duduklah,” Raja Habel berbicara pada Lavin yang dengan wajah tertunduk mengikuti perintah.

“Beatrich, apa yang kau lakukan?” Louisha melihat ada yang janggal. Lavin yang semula tidur dengan tenang kini menunjukkan perubahan ekspresi, terlebih Beatrich tak merespon pertanyaannya. Louisha meraih telapak tangan Beatrich dari dahi Lavin.

“Kau-” Beatrich manatap nyalang Louisha ketika ia ditarik keluar dari alam bawah sadar Lavin.

“Apa yang kau lakukan pada suamiku? Aku tidak percaya jika kau beralasan mengobatinya atau apapun”

“Maaf, aku membaca ingatan Lavin. Sesuatu di tanam di jantungnya, Lavin kesakitan karena itu”

“Kalau ini memang tentang suamiku maka biarkan aku juga melihatnya” Louisha memohon dengan tatapan tak terdefinisikan. Perempuan itu sungguh-sungguh peduli pada Lavin dan Beatrich tak bisa menyimpan ini sekadar untuk dirinya sendiri.

“Baiklah, tapi ini akan menyakiti Lavin jadi tolong kendalikan diri anda. Kita hanya melihat, jangan coba melakukan apapun karena semua yang kita lihat nanti adalah peristiwa yang sudah terjadi. Anda memahaminya?”

Hm. Mari lakukan,”

.

.

Bersambung,

.

Tinggalkan komentar